Politikus PKS Tanggapi Grasi Annas Maamun dengan Singgung Perihal Abu Bakar Ba’asyir


Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Bukhori Yusuf, saat ditemui usai acara Cross Check bertajuk Hentikan Diskon Hukuman Koruptor di kawasan Wahid Hasyim, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (8/12/2019). (Sumber: KOMPAS)

TERUSTERANG—Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Bukhori Yusuf, menilai bahwa grasi yang diberikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada mantan Gubernur Riau, Annas Maamun, subjektif. Hal tersebut disampaikan Bukhori saat menjadi pembicara di acara Cross Check bertajuk Hentikan Diskon Hukuman Koruptor yang digelar di kawasan Wahid Hasyim, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (8/12/2019).

Bukhori menilai, sejak pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga pemerintahan Jokowi, ada lima orang yang mendapat grasi dari presiden. Jika dilihat pertimbangan alasannya, kata dia, seluruh alasannya adalah kemanusiaan, seperti yang dituliskan oleh KOMPAS.

"Tetapi lagi-lagi bahwa alasan itu alasan yang sangat subjektif yang kemudian juga tidak bisa diterima semua pihak. Alasan kemanusiaan itu kan kemudian subjektif," kata Bukhori.

Ia pun mempertanyakan pemberian grasi setahun untuk Annas Maamun dengan alasan kesehatan dan usia yang sudah tua. Sebab, menurut dia, jika alasan yang dikemukakan adalah hal tersebut, sebetulnya di penjara atau lembaga pemasyarakatan (lapas) pun banyak yang lebih tua dari Annas.

"Contohnya, Ba'asyir. Sama-sama orang extra ordinary crime, terorisme. Dua-duanya dalam konteks itu. Sisi usia lebih tua Baasyir, yang kemudian dari sisi penyakit lebih complicated Baasyir," kata dia.

Adapun wacana pembebasan terpidana terorisme Abu Bakar Ba'asyir muncul sejak Presiden Joko Wododo mencalonkan diri kembali sebagai capres pada Pemilu 2019. Pada 2 Februari 2019, Yusril Ihza Mahendra yang ketika itu menjadi pengacara Jokowi-Ma'ruf menyatakan bahwa pembebasan Baa'syir tinggal menunggu waktu. Namun, hingga kini Ba'asyir belum dibebaskan.

Oleh karena itu, Bukhori pun melihat bukan soal pemberian grasi atau siapa yang meminta grasi. Namun, lebih kepada komitmen pemerintah dalam pemberantasan korupsi.

"Persoalannya adalah, apakah pemerintah sekarang betul-betul komitmen dalam pemberantasan korupsi atau tidak?" kata dia.

Diketahui, grasi untuk Annas Maamun terbit pada 25 Oktober 2019 lalu lewat Keputusan Presiden Nomor 23/G Tahun 2019. Grasi tersebut berupa pengurangan masa hukuman satu tahun penjara.

Annas sendiri merupakan terpidana kasus korupsi alih fungsi lahan di Provinsi Riau dan tertangkap dalam operasi tangkap tangan KPK pada 25 September 2014. Annas divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider dua bukan kurungan penjara. Pada 2018, Annas pernah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

Namun, ditolak dan MA malah memperberat hukumannya menjadi tujuh tahun penjara.

___________________________
Editor             : Nasy’ah Mujtahidah Madani

Post a Comment

0 Comments