MPR Usulkan Penambahan Masa Jabatan Presiden, LIPI: Tidak Relevan

Proses pelantikan Presiden Jokowi periode 2019-2024. (Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Joko_Widodo_second_oath.jpg)

TERUSTERANG—Isu wacana jabatan Presiden Indonesia diperpanjang menjadi tiga periode menuai pro dan kontra di tengah masyarakat. Masa jabatan presiden yang saat ini maksimal hanya dua periode, diusulkan menjadi tiga periode seiring dengan usul amandemen UUD 1945 yang tengah dibahas oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Dilansir oleh tempo.co, Wakil Ketua MPR dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani menyatakan adanya wacana tersebut di MPR. Ia mengatakan tak hanya usulan periode 3x5 tahun, ada pula yang mengusulkan perubahan 1x8 tahun.

Wacana penambahan masa jabatan presiden, kata Arsul, merupakan hal yang biasa saja sebagai sebuah wacana usulan dan beberapa pemangku kepentingan yang memang harus ditampung oleh MPR.

Asal muasal, wacana ini dicanangkan pertama kali oleh Partai Nasional Demokrat (Nasdem) pada bulan Oktober lalu. Johnny G. Plate, Ketua Fraksi Partai Nasdem mengatakan perpanjangan masa jabatan presiden bertujuan demi konsistensi pembangunan. Ia bahkan menyarankan agar masa jabatan presiden diperpanjang dengan opsi menjadi 1x8 tahun, 3x4 tahun, atau 3x5 tahun. Johnny membantah usul ini datang darinya. Ia mengatakan usul ini datang dari masyarakat, meski tak spesifik yang dimaksudkan masyarakat yang mana.

Walau sesama dalam naungan partai Nasdem, Ketua DPP Nasdem, Achmad Effendy Choirie menolak wacana ini karena keputusan periode 2x5 tahun yang diterapkan saat ini sudah dengan pertimbangan dan komparasi dari berbagai negara demokrasi di dunia.

"Pilihan ini jalan tengah. Sekali lagi, tidak perlu diotak-atik lagi," tegas Achmad, dilansir oleh tempo.co.


Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro mengatakan penambahan jabatan presiden menjadi tiga periode tidak relevan. Ia menganggap belum ada urgensi yang mengharuskan presiden menjabat selama tiga periode.

"Menurut saya tidak relevan, tidak urgen untuk membahas itu karena bagaimanapun juga kita harus menjadi bangsa yang taat pada konstitusi," ujar Siti saat menghadiri diskusi bertema 'Menyoal Periode Ideal Jabatan Presiden', Minggu (24/11/2019).

Siti juga berpendapat wacana penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode akan buruk bagi negara demokrasi. Ia meminta semua pihak menaati penetapan konstitusi yang telah memutuskan presiden hanya boleh menjabat dua periode.

"Konstitusi mengatakan dua periode ya, sudah, bahwa akan ada amandemen konstitusi, amandemen itu bukan untuk membahas perpanjangan waktu untuk presiden karena kalo itu yang terjadi ini akan menjadi satu katakan presiden buruk," lanjutnya.

Penambahan masa jabatan presiden bukanlah isu baru di pemerintahan Joko Widodo. Bahkan pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, wacana tersebut juga sempat dimunculkan oleh kader Partai Demokrat.

"Jadi menurut saya apa yang sudah ada dalam teks, dalam konstitusi itu yang harus diikuti, kalaupun ada pembahasan amandemen, amandemen itu membahas hal-hal yang tidak untuk memperpanjang periode presiden tidak bisa seperti itu," tutup Siti.

Penulis            : Kinanthi Larasati
Editor             : Nasy’ah Mujtahidah Madani
Sumber           :


Post a Comment

0 Comments